Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE): Menuju Pemerintahan Kota Pontianak yang Efektif dan Efisien Memanfaatkan Teknologi Informasi

APA ITU SPBE ?

Salah satu misi pembangunan nasional sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OO7 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2OO5 – 2025 adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Misi ini dapat dilakukan melalui pembangunan aparatur negara yang mencakup kelembagaan, ketatalaksanaan, pelayanan publik, dan sumber daya manusia (SDM) aparatur. Tujuan dari pembangunan aparatur negara adalah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, peningkatan kualitas penyelenggaraan administrasi pemerintahan, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan. Kesiapan aparatur negara diperlukan untuk mengantisipasi proses globalisasi dan demokratisasi agar pemerintah melakukan perubahan mendasar pada sistem dan mekanisme pemerintahan, kebijakan dan program pembangunan yang membuka ruang partisipasi masyarakat, dan pelayanan publik yang memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas, dan kinerja tinggi.

Sementara itu, revolusi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memberikan peluang bagi pemerintah (khususnya Pemerintah Daerah) untuk melakukan inovasi pembangunan aparatur negara melalui penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau e-government. Menurut  Peraturan  Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2018 Tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik,  Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang selanjutnya disingkat SPBE adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada instansi pemerintah, aparatur sipil negara, pelaku bisnis, masyarakat dan pihak-pihak lainnya.

SPBE memberi peluang untuk mendorong dan mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka, partisipatif, inovatif, dan akuntabel, meningkatkan kolaborasi antar instansi pemerintah dalam melaksanakan urusan dan tugas pemerintahan untuk mencapai tujuan bersama, meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan publik kepada masyarakat luas, dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk kolusi, korupsi, dan nepotisme melalui penerapan sistem pengawasan dan pengaduan masyarakat berbasis elektronik.

Akselerasi pembangunan aparatur negara juga dilakukan dengan reformasi birokrasi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2O1O – 2025 dengan 8 (delapan) area perubahan, yaitu penataan dan pengelolaan pengawasan, akuntabilitas, kelembagaan, tata laksana, SDM aparatur, peraturan perundangundangan, pelayanan publik, dan pola pikir dan budaya kerja. Secara khusus penerapan SPBE merupakan bagian dari area perubahan tata laksana dimana penerapan sistem, proses, dan prosedur kerja yang transparan, efektif, efisien, dan terukur didukung oleh penerapan SPBE. Di samping itu, secara umum SPBE mendukung semua area perubahan sebagai upaya mendasar dan menyeluruh dalam pembangunan aparatur negara yang memanfaatkan TIK sehingga profesionalisme aparatur sipil negara dan tata kelola pemerintahan yang baik dapat diwujudkan.

Pemerintah menyadari pentingnya peran SPBE untuk mendukung semua sektor pembangunan. Upaya untuk mendorong penerapan SPBE telah dilakukan oleh pemerintah dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan sektoral yang mengamanatkan perlunya penyelenggaraan sistem informasi atau SPBE. Terkait dengan otonomi daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah mengatur kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan e-gouernment. Sejauh ini kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah telah melaksanakan SPBE secara sendiri-sendiri sesuai dengan kapasitasnya, dan mencapai tingkat kemajuan SPBE yang sangat bervariasi secara nasional.

Untuk membangun sinergi penerapan SPBE yang berkekuatan hukum antara kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, diperlukan Rencana Induk SPBE Nasional yang digunakan sebagai pedoman bagi Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mencapai SPBE yang terpadu. Rencana Induk SPBE Nasional disusun dengan memperhatikan arah kebijakan, strategi, dan inisiatif pada bidang tata kelola SPBE, layanan SPBE, TIK, dan SDM untuk mencapai tujuan strategis SPBE tahun 2Ol8 – 2025 dan tujuan pembangunan aparatur negara sebagaimana ditetapkan dalam RPJP Nasional 2005 – 2025 dan Grand Design Reformasi Birokrasi 2OlO – 2025.

TANTANGAN DAN HAMBATAN IMPLEMENTASI SPBE DI KOTA PONTIANAK

Kebijakan pengembangan SPBE diinisiasi oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2OO3 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Kebijakan tersebut memerintahkan kepada menteri, kepala lembaga, dan kepala daerah untuk mengembangkan SPBE sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya serta sesuai dengan kapasitas sumber daya yang dimiliki.

Berbagai penerapan SPBE telah dihasilkan oleh Pemerintah Kota Pontianak dan memberi kontribusi elisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Namun demikian, hasil pengembangan SPBE dan tingkat maturitasnya masih sangat beragam antar OPD di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak. Berdasarkan hasil Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI) tahun 2015, rata-rata capaian penerapan SPBE pada Pemerintah Daerah mencapai nilai indeks 2,5 (kurang). Hal ini mengindikasikan adanya permasalahanpermasalahan dalam pengembangan SPBE di daerah, termasuk di Kota Pontianak sendiri

Permasalahan pertama adalah belum adanya Tata Kelola SPBE yang terpadu secara nasional yang menjadi acuan penyelenggaraan SPBE di daerah. Akan tetapi setelah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, membawa angina segar bagi penerapan SPBE di daerah, tinggal menunggu acuan detil/teknis yang diamanatkan dalam aturan tersebut akan disediakan oleh masing-masing K/L yang memiliki tugas dan fungsi sebagaimana diamanatkan.

Permasalahan kedua adalah SPBE belum diterapkan pada penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pelayanan publik secara menyeluruh dan optimal di seluruh tataran pemerintah Kota Pontianak. Penerapan SPBE seharusnya memiliki pengaruh yang kuat terhadap peningkatan kinerja pelaksanaan pemerintahan daerah dan penyelenggaraan layanan publik. Namun demikian, masih terdapat permasalahan kinerja pada pengelolaan keuangan daerah, akuntabilitas kinerja, persepsi korupsi, dan pelayanan public di Kota Pontianak  sebagai berikut:

  1. Masih ditemukan berbagai permasalahan yang menyangkut sistem pengendalian intern (SPI), permasalahan menyangkut ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, dan permasalahan menyangkut ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan, walaupun semuanya secara kontinyu berusaha diselesaikan oleh Pemerintah Kota Pontianak sesuai rekomendasi yang diberikan. Diharapkan dengan penerapan SPBE dapat menekan permasalah tersebut dan mengarahkan tren perkembangan menurun.
  2. Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kota Pontianak tahun 2O18 yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi adalah 71,04 dengan predikat BB. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen kinerja birokrasi di Kota Pontianak masih beleum sempurna dan perlu perlu ditingkatkan sehingga mendapat predikat AA.
  3. Korsupgah KPK menilai bahwa perlu dilakukan perbaikan terhadap sistem penilaian kinerja di Kota Pontianak, sehingga proses pemberian reward dan punishment menjadi lebih terukur dan jelas. Diakui saat ini pemerintah Kota Pontianak belum memiliki sistem penilaian kinerja yang baik sehingga perlu dilakukan upaya-upaya khusus. Ditargetkan di tahun 2020 sistem penilaian kinerja akan diberlakukan sejalan dengan penerapan Tambahan Penghasilan Pegawai berbasis Kinerja yang saat ini sedang dirumuskan.

Untuk mengatasi permasalahan penerapan SPBE pada penyelenggaraan administrasi pemerintahan kota Pontianak, tantangan terbesar adalah melakukan integrasi layanan perencanaan, layanan penganggaran, layanan pengadaan, dan layanan manajemen kinerja yang berbasis elektronik, baik integrasi internal OPD di lingkungan Pemeirntah Kota Pontianak sendiri maupun menyangkut integrasi dengan level pemerintahan di atasnya. Sedangkan untuk mengatasi permasalahan pada pelayanan publik, diperlukan integrasi secara nasional terkait layanan pengaduan publik, layanan perizinan, dan pelayanan publik lainnya yang menjadi tantangan bersama bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Permasalahan ketiga adalah kondisi infrastruktur TIK di Kota Pontianak (khususnya yang dimiliki Pemerintah Kota Pontianak) dirasa belum optimal. Infrastruktur TIK khususnya jaringan konektivitas merupakan fondasi konektivitas antara penyelenggara SPBE dengan pengguna. Tingkat efektivitas SPBE sangat bergantung pada tingkat aksesibilitas pengguna terhadap Layanan SPBE melalui jaringan telekomunikasi. Saat ini masih terdapat wilayah Kota Pontianak yang belum terjangkau jaringan koneksi berkecepatan tinggi (fiber optic) khususnya di wilayah pinggiran kota. Pemerintah Kota Pontianak sendiri sebagian besar masih memanfaatkan jaringan yang dibangun vendor-vendor penyedia jasa telekomunikasi. Jaringan koneksi yang dimiliki Pemeirntah Kota Pontianak sendiri sekitar 3 Km yang menghubungkan kawasan perkantoran Walikota Pontianak dan beberapa titik di sekitarnya. Kedepan sudah harus dipikirkan jaringan koneksi mandiri antar kantor, pusat-pusat layanan publik serta fasilitas-fasilitas yang dimiliki pemerintah kota (sekolah, puskesmas, rumah sakit, dll) sehingga pengembangan dan pemanfaat SPBE dapat lebih optimal

Meskipun coverage area layanan jaringan telekomunikasi di Kota Pontianak sudah 100% (zero blind spot), optimalisasi pemanfaatan infrastruktur TIK dirasa masih menjadi kendala. Selain menyangkut kemandirian infrastruktur sebagaimana dijelaskan di atas, penerapan SPBE di Kota Pontianak juga terkendala dengan keterbatasan alokasi dana untuk pengembangan infrstruktur TIK. Prioritas pembangunan Kota Pontianak masih pada perbaikan dan peningkatan infrstruktur dasar/primer seperti jalan, jembatan, drainase, layanan-layanan dasar (pendidikan dan kesehatan) dan penyediaan utilitas perkotaan seperti pengelolaan Lingkungan Hidup (sampah dan limbah).

Tahun 2019, alokasi anggaran untuk urusan Komunikasi dan Informatika adalah Rp. 12,9 Milyar atau 0,74% dari total APBD Kota Pontianak. Dari alokasi terebut yang dibelanjakan untuk pengembangan sarana dan prasarana TIK sebesar  Rp. 7,1 Milyar sisanya untuk belanja pegawai, dan belanja operasional. Bila dibandingkan alokasi anggaran dengan urusan yang lain seperti Kesehatan (15,36%), Pendidikan (29,95%), Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (13,22), Perumahan, Permukiman dan Fasilitas Umum (18,52%), serta Lingkungan Hidup (6,29%) memang dirasa masih cukup jauh perbandingannya.

Di samping itu, rendahnya penetrasi pengguna internet di Kota Pontianak juga menggambarkan belum optimalnya pemanfaatan infrastruktur TIK khususnya jaringan pita lebar oleh masyarakat. Rendahnya penetrasi pengguna internet di Indonesia disebabkan oleh rendahnya kualitas dan terbatasnya kapasitas jaringan pita lebar yang tersedia.

Permasalahan keempat adalah keterbatasan jumlah pegawai ASN Pemerintah Kota Pontianak yang memiliki kompetensi teknis TIK. Perkembangan TIK menuntut perluasan dan pendalaman kompetensi teknis yang memadai. Pemerintah telah menerbitkan Daftar Unit Kompetensi Okupasi dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia bidang TIK tahun 2O18 dengan tujuan menyediakan referensi kompetensi TIK yang dibutuhkan oleh pemerintah, industri TIK, perguruan tinggi, asosiasi profesi bidang TIK, dan lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang TIK. Diharapkan daftar tersebut dapat dimanfaatkan Pemerintah Kota Pontianak untuk merview dan mengkalkulasi ulang kebutuhan penambagan ASN dengan kualifikasi yang sesuai dengan semangat penyelenggaraan SPBE di Kota Pontianak.

Saat ini terjadi kesenjangan antara standar kompetensi jabatan fungsional ASN terkait dengan TIK seperti Jabatan Fungsional Pranata Komputer dengan standar kompetensi yang ditetapkan dalam Daftar Unit Kompetensi Okupasi TIK. Hal ini mengakibatkan pegawai ASN pada jabatan fungsional tersebut belum memiliki standar kompetensi teknis TIK yang memadai. Di sisi lain, permintaan SDM TIK di pasar tenaga kerja tidak diimbangi dengan ketersediaan SDM TIK itu sendiri. Hal ini menyebabkan tingginya tingkat gaji SDM TIK pada pasar tenaga kerja. Kondisi ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah mengingat standar gaji dan tunjangan pegawai ASN di bidang TIK masih lebih rendah dari rate yang berlaku umum di dunia usaha. Sehingga pemerintah perlu meningkatkan daya tawar dalam memperoleh SDM TIK yang berkualitas.

KONDISI SPBE KOTA PONTIANAK SAAT INI

Tahun 2018 lalu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melakukakan evaluasi penerapan SPBE di seluruh Indonesia, meliputi total 616 obye evaluasi seperti kementerian, lembaga, Polri, dan pemerintah daerah. Hasil  evaluasi  SPBE tersebut menunjukkan bahwa hanya sebanyak 82 instansi pemerintah (13,31%) berpredikat baik, sangat baik dan memuaskan. Sedangkan, 534 instansi  pemerintah (86,69%) berpredikat cukup dan kurang. Potret SPBE Nasional itu belum sesuai target yang diharapkan mencapai  kategori predikat baik, dengan indeks 2,6 atau lebih pada tahun 2020.

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla saat memberikan arahan dalam acara Penyerahan Hasil Evaluasi SPBE Tahun 2018 di Jakarta, Kamis (28/03) menegaskan pentingnya akselerasi penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) terintegrasi di seluruh instansi pemerintah. “Penerapan SPBE merupakan keharusan, bukan pilihan. Karena itu jangan ditunda-tunda lagi,” ujarnya. Dalam kesempatan itu, Wapres menyerahkan penghargaan kepada 18 instansi pemerintah yang telah menerapkan SPBE dengan baik, adapaun instansi-instansi tersebut adalah:

Kementerian
1. Kementerian Keuangan
2. Kementerian Pariwisata
3. Kementerian PUPR

LPNK
4. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
5. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
6. Badan Pusat Statistik (BPS)

Lembaga lainnya
7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
8. Mabes Polri
9. Polda Jabar

Provinsi
10. Jawa Tengah
11. Daerah Istimewa Yogyakarta
12. Jawa Barat

Kabupaten
13. Banyuwangi (Jawa Timur)
14. Batang (Jawa Tengah)
15. Pandeglang (Banten)

Kota
16. Surabaya (Jawa Timur)
17. Semarang (Jawa Tengah)
18. Tangerang Selatan (Banten)

Kota Pontianak sendiri mendapatkan skor penilaian 2,33 yang masuk dalam kategori berpredikat cukup. Hasil evaluasi yang merupakan potret penerapan SPBE di Kota Pontianak tersebut bukan baik/jelek, menang/kalah, yang berprestasi/tidak, akan tetapi sesungguhnya merupakan landasan pacu atau pijakan awal untuk melangkah, membangun SPBE yang lebih baik lagi.

Beberapa hal yang menjadi catatan terkait hasil penilaian SPBE Kota Pontianak tersebuat antara lain:

  1. Masih lemahnya domain pengaturan kebijakan SPBE di Kota Pontianak, khususnya terlkait kebijakan tata kelola SPBE dan Kebijakan layanan SPBE. Hal ini terjadi disebabkan karena produk aturan daerah di domain ini memang belum tersedia di Kota Pontianak, tentunya hal ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri yang harus segera diselesaikan. Saat ini sedang dirancang Perwaturan Walikota tentang Tata Kelola SPBE di Kota Pontianak, yang diharapkan segera selesai dan ditetapkan sehingga menjadi acuan kebijakan dalam pengembangan SPBE di Kota Pontianak.
  2. Belum optimalnya domain tata kelola SPBE. Tata kelola SPBE mencakup aspek kelembagaan, aspek strategi dan perencanaan serta aspek Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hal ini dapat dimaklumi karena urusan Komunikasi dan Informatika di Kota Pontianak baru berdiri secara mandiri baru sejak tahun 2017, ditandai dengan dibentuknya Dinas Komunikasi dan Informatika. Sebelumnya urusan Komunikasi dan Informatika menjadi bagian yang tergabung dalam Dinas Perhubungan dan Komunikasi. Sehingga beban pengaturan dan pengelolaan ursan komunikasi dan informatika dibebankan pada struktur  organisasi selevel bidang, tentunya dirasa cukup berat.
  3. Belum optimalnya domain layanan SPBE. Layanan SPBE sendiri mencakup aspek Layanan Administrasi Pemerintahan Berbasis Elektronik (meliputi layanan naskah dinas, manajemen kepegawaian, perencanaan, penganggaran, keuangan, manajemen kinerja dan layanan pengadaan) serta Layanan Publik Berbasis Elektronik (meliputi layanan pengaduan public, layanan dokumentasi dan informasi hokum, layanana whistle Blowing System serta layanan Publim Instansi Pemerintah).

Dengan demikian, dalam beberapa tahun ke depan, sebagaimana telah ditargetkan Pemerintah Pusat, SPBE akan benar-benar dikembangkan secara terpadu, mengubah tampilan tata kelola  pemerintahan yang lebih efektif dan efisien, mewujudkan birokrasi dan pelayanan publik yang berkinerja tinggi,   modern, akuntabel dari pusat hingga ke daerah. SPBE bukan lagai sebuah pilihan tetapi sebuah keharusan bagi Pemerintah Kota Pontianak

KONDISI SPBE YANG DIINGINKAN    

SPBE merupakan sebuah kebijakan yang berlaku umum dan wajib diterapkan oleh Pemerintah Daerah dan merupakan salah satu program prioritas dalam Reformasi Birokrasi yang dalam beberapa tahun belakangan ini gencar dilakukan. Untuk mewujudkan kondisi optimal yang diharapkan perlu upaya berkesinambungan dalam pembangunan aparatur negara untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Pemerintah Pusat sudah mencanangkan target dimana pada akhir tahun 2025 diharapkan sudah berhasil mencapai keterpaduan SPBE baik di dalam dan antar Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah, dan keterhubungan SPBE antara Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.

Visi SPBE adalah “Terwujudnya sistem pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu dan menyeluruh untuk mencapai birokrasi dan pelayanan publik yang berkinerja tinggi”. Visi tersebut menjadi acuan dalam mewujudkan pelaksanaan SPBE yang terpadu di Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menghasilkan birokrasi pemerintah yang integratif, dinamis, transparan, dan inovatif, serta peningkatan kualitas pelayanan publik yang terpadu, efektif, responsif, dan adaptif.

Untuk mencapai visi SPBE, misi SPBE adalah:

  1. melakukan penataan dan penguatan organisasi dan tata kelola sistem pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu;
  2. mengembangkan pelayanan publik berbasis elektronik yang terpadu, menyeluruh, dan menjangkau masyarakat luas;
  3. membangun fondasi teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi, aman, dan andal; dan
  4. membangun SDM yang kompeten dan inovatif berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan SPBE adalah:

  1. mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
  2. mewujudkan mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya; dan
  3. mewujudkan sistem pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu.

Sasaran SPBE adalah adalah:

  1. terwujudnya tata kelola dan manajemen SPBE yang efektif dan efisien;
  2. terwujudnya layanan SPBE yang terpadu dan berorientasi kepada pengguna;
  3. terselenggaranya infrastruktur SPBE yang terintegrasi; dan
  4. meningkatnya kapasitas SDM SPBE.

Dengan SPBE yang terpadu, diharapkan akan menciptakan proses bisnis pemerintahan yang terintegrasi antara Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah sehingga akan membentuk satu kesatuan pemerintahan yang utuh dan menyeluruh serta menghasilkan birokrasi pemerintahan dan pelayanan publik yang berkinerja tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, setiap Instansi Pemerintah Kota Pontianka perlu melakukan transformasi paradigma dan proses dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik berbasis elektronik, dukungan TIK, dan SDM sebagai berikut:

a.    Hendaknya antar Instansi Pemerintah Kota Pontianak tidak mengedepankan penerapan birokrasi yang kaku dan lambat, tetapi harus menghasilkan birokrasi yang berkinerja tinggi dengan karakteristik integratif, dinamis, transparan, dan inovatif.

1)    Birokrasi yang integratif mengutamakan kolaborasi strategis antar instansi Pemerintah Kota Pontianak dan para pemangku kepentingan lainnya untuk berbagi sumber daya dan membangun kekuatan dalam melaksanakan urusan dan tugas pemerintahan.

2)    Birokrasi yang dinamis mampu merespon dengan cepat perubahan kondisi lingkungan strategis dengan membangun proses bisnis pemerintahan secara dinamis di dalam maupun antar instansi di lingkungan pemerintah Kota Pontianak.

3) Birokrasi yang transparan merupakan suatu keharusan untuk membangun kepercayaan dan legitimasi di mata publik. Dengan birokrasi yang transparan pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam bekerja untuk kepentingan masyarakat, memahami kebutuhan masyarakat untuk pelayanan publik, serta melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja pemerintah Kota Pontianak.

4)    Birokrasi yang inovatif mampu memberikan ruang gerak untuk mengembangkan pelayanan yang lebih cepat, mudah, dan murah sehingga membawa dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan sosial budaya.

5)    Birokrasi yang berkinerja tinggi pada akhirnya akan mewujudkan satu kesatuan penyelenggaraan pemerintahan kota yang terpadu dan menyeluruh. Hal ini akan mempermudah dalam penyusunan kebijakan dan program pembangunan yang terintegrasi dengan memperhatikan keterkaitan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan serta target-target sektor dan subsektor pembangunan.

b.    Instansi Pemerintah Kota Pontianak diharapkan dapat membangun pelayanan publik yang terpadu, efektif, responsif, adaptif, dan mudah diakses oleh masyarakat serta memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam turut serta penyusunan kebijakan dan program pembangunan. Masyarakat menginginkan kemudahan dalam memperoleh pelayanan dari pemerintah dan tidak disulitkan oleh hubungan birokrasi antar instansi pemerintah.

       Disisi lain juga harus dibangun integrasi antara Instansi Fusat dan Pemerintah Daerah, konsolidasi, dan inovasi Layanan SPBE agar mampu memberikan akses layanan mandiri, layanan bergerak, dan layanan cerdas bagi masyarakat.

c.     Perkembangan TIK yang sangat pesat memberi peluang inovasi TIK dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Diharapkan pemanfaatan TIK yang efektif dan efisien dapat dicapai melalui integrasi infrastruktur, sistem aplikasi, keamanan informasi, dan layanan TIK. Tren TIK di masa depan dapat diadopsi secara selektif yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal Pemerintah Kota Pontianak untuk mendukung SPBE. Diantara teknologi masa depan yang mendorong perubahan SPBE adalah:

  1. Mobile internet merupakan akses internet yang menggunakan gawai personal. Dengan semakin meningkatnya pengaksesan internet melalui gawai personal, layanan SPBE harus dapat diakses oleh para pengguna dalam bentuk layanan bergerak tanpa batas waktu dan lokasi.
  2. Cloud computing merupakan teknologi layanan berbagi pakai yang dapat diakses melalui internet untuk memberikan layanan data, aplikasi, dan infrastruktur kepada pengguna. Teknologi ini memberikan efektifitas dan efisiensi yang tinggi untuk melakukan integrasi TIK.
  3. Internet of Things (IoT) merupakan perangkat elektronik yang dilengkapi dengan perangkat lunak, sensor, aktuator, dan konektivitas internet sehingga mampu melakukan pengiriman atau pertukaran data melalui akses internet. Dengan semakin meningkatnya pemanfaatan IoT dalam kehidupan sehari-hari, layanan SPBE diharapkan bersifat adaptif dan responsif terhadap kebutuhan kustomisasi layanan yang diinginkan oleh pengguna dengan memperluas ketersediaan kanal-kanal Layanan SPBE yang dapat diakses oleh perangkat-perangkat IoT.
  4. Big Data Analytics merupakan teknologi analisis terhadap data yang berukuran sangat besar, tidak terstruktur, dan tidak diketahui pola, korelasi ataupun relasi antar data. Dengan memanfaatkan teknologi ini, layanan SPBE diharapkan mampu memberi dukungan pengambilan keputusan dan penyusunan kebijakan bagi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
  5. Artificial Intelligence (AI) merupakan teknologi kecerdasan buatan pada mesin yang memiliki fungsi kognitif untuk melakukan pembelajaran dan pemecahan masalah sebagaimana halnya dilakukan oleh manusia. Pemanfaatan AI dalam SPBE berpotensi membantu pemerintah dalam mengurangi beban administrasi seperti menjawab pertanyaan, mengisi dokumen, mencari dokumen, menerjemahkan suara/tulisan, dan membuat draf dokumen. Dalam hal pelayanan publik, AI dapat membantu memecahkan permasalahan yang kompleks seperti permasalahan sosial, kesehatan, dan transaksi keuangan.
  6. SDM Pemerintah Kota Pontianak di bidang SPBE yang mencakup pegawai ASN dan masyarakat memegang peranan paling penting untuk mewujudkan SPBE yang terpadu dan berkesinambungan. Diharapkan pegawai ASN di instansi pemerintah Kota Pontianak memiliki kepemimpinan dan kompetensi teknis SPBE dan masyarakat memiliki tingkat literasi SPBE yang memadai sehingga layanan SPBE dapat diselenggarakan dan dimanfaatkan dengan optimal. Kepemimpinan SPBE diharapkan memiliki karakteristik sebagai berikut:
  7. kolaboratif yaitu kepemimpinan yang meninggalkan ego sektoral dan mendorong penggunaan sumber daya secara bersama di dalam instansi pemerintah dan antar instansi pemerintah untuk mencapai tujuan bersama; dan
  8. inovatif yaitu kepemimpinan yang mampu mendorong pelaksanaan SPBE berorientasi pada efisiensi, efektivitas, dan manfaat yang bernilai tinggi. Kompetensi teknis SPBE diharapkan dimiliki oleh pegawai ASN yang terlibat dalam pelaksanaan SPBE antara lain dalam bidang perencanaan SPBE, rekayasa proses bisnis pemerintahan, pengelolaan TIK yang terintegrasi, aman, dan andal, dan pengelolaan layanan yang inovatif, adaptif dan responsif. Budaya SDM dikembangkan untuk mewujudkan SDM aparatur yang mampu berfikir kreatif, sistemik, berwawasan global, memiliki etos kerja yang tinggi, mampu mengelola perubahan lingkungan strategis, dan memberikan pelayanan proaktif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI SPBE       

Arah kebijakan dan strategi SPBE melingkupi aspek tata kelola SPBE, layanan SPBE, teknologi informasi dan komunikasi, dan SDM SPBE.

A.    Tata Kelola SPBE

  1. Penguatan kapasitas pengelolaan dan sistem koordinasi pelaksanaan SPBE untuk membangun SPBE yang terpadu di dalam dan antar Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.
  2. Untuk mewujudkan SPBE yang terpadu, Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah perlu melakukan upaya transformasi yang mendasar dan berkelanjutan di dalam pengelolaan dan sistem koordinasi pelaksanaan SPBE. Keterpaduan SPBE ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya SPBE secara optimal dan mencegah timbulnya duplikasi inisiatif dan anggaran dalam pelaksanaan SPBE.
  3. Strategi untuk mencapai penguatan kapasitas pengelolaan dan sistem koordinasi pelaksanaan untuk membangun SPBE yang terpadu di dalam dan antar Instansi Fusat dan Pemerintah Daerah adalah:
    1. melakukan pembentukan dan penguatan tim koordinasi SPBE di Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah;
    1. membangun Arsitektur SPBE Nasional dan Arsitektur SPBE Instansi Pusat dan Arsitektur SPBE Pemerintah Daerah; dan
      1. melakukan penyederhanaan proses bisnis yang terintegrasi di dalam dan antar Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.

       2.    Penguatan kebijakan SPBE yang menyeluruh dan terpadu

  1. Kebijakan SPBE yang menyeluruh diarahkan untuk melibatkan semua pemangku kepentingan di dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan SPBE yang mencakup kebijakan makro, kebijakan meso, dan kebijakan mikro SPBE.
  2. Strategi untuk mencapai penguatan kebijakan SPBE yang menyeluruh dan terpadu adalah:
  3. meningkatkan koordinasi antar Instansi Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat di dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan SPBE;
  4. melakukan harmonisasi kebijakan antara Tim Koordinasi SPBE Nasional, pimpinan Instansi Pusat, dan kepala daerah; dan
  5. melakukan evaluasi penerapan kebijakan SPBE secara nasional.

B.    Layanan SPBE

       1.    Pengembangan layanan SPBE yang berorientasi kepada pengguna SPBE dan membuka ruang partisipasi masyarakat

  1. Layanan SPBE yang berorientasi kepada pengguna SPBE dan membuka ruang partisipasi masyarakat dilakukan untuk mendorong pemerintah dapat hadir dalam melayani masyarakat termasuk masyarakat yang terpencil, terluar, dan berkebutuhan khusus, serta untuk melibatkan masyarakat dalam penyusunan kebijakan publik yang akan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.
  2. Strategi untuk mencapai pengembangan layanan SPBE yang berorientasi kepada Pengguna SPBE dan membuka ruang partisipasi masyarakat adalah:
  3. memastikan kebutuhan pengguna SPBE terhadap layanan SPBE terpenuhi;
  4. membangun portal pelayanan publik dan administrasi pemerintahan.

2.    Peningkatan kualitas layanan SPBE yang berkesinambungan

  1. Peningkatan kualitas layanan SPBE dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan layanan SPBE dan memberikan kepuasan kepada pengguna SPBE.
  2. Strategi untuk mencapai peningkatan kualitas layanan SPBE yang berkesinambungan adalah:
    1. melakukan integrasi layanan di dalam dan antar Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
    1. menerapkan manajemen dan teknologi layanan SPBE yang tepat guna dan tepat sasaran.

C.    Teknologi Informasi dan Komunikasi

1.    Penyelenggaraan infrastruktur SPBE secara mandiri, terintegrasi, terstandarisasi, dan menjangkau Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.

  1. Penyelenggaraan infrastruktur SPBE mencakup Pusat Data, Jaringan Intra pemerintah, dan SistemPenghubung Layanan pemerintah.
    1. Agar efektivitas, efisiensi, kesinambungan, aksesibilitas, dan keamanan dapat ditingkatkan maka penyelenggaraan infrastruktur SPBE dilakukan secara:
  2. mandiri, yaitu pengelolaan infrastruktur SPBE yang meminimalkan ketergantungan kepada pihak-pihak non-pemerintah;
  3. terintegrasi, yaitu keterhubungan dan pemanfaatan bersama infrastruktur SPBE antar Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah;
  4. terstandarisasi, yaitu keseragaman aspek teknis dan pengoperasian infrastruktur SPBE; dan
  5. menjangkau semua Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.
    1. Penyelenggaraan infrastruktur SPBE dilakukan dalam rangka mendukung kebijakan moratorium pembangunan pusat data oleh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah dan mengarahkan penggunaan Pusat Data nasional.
    1. Strategi untuk mencapai penyelenggaraan Infrastruktur SPBE secara mandiri, terintegrasi, terstandarisasi, dan menjangkau Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah adalah:
  6. memanfaatkan infrastruktur SPBE yang telah tersedia secara optimal; dan
  7. memanfaatkan jaringan pita lebar untuk aksesibilitasInfrastruktur SPBE.

2.    Optimalisasi penggunaan Aplikasi Umum SPBE yang terintegrasi dan berbagi pakai

a.    Optimalisasi penggunaan Aplikasi Umum SPBE yang terintegrasi dan berbagi-pakai dilakukan untuk meningkatkan efisiensi belanja TIK khususnya pembangunan Aplikasi SPBE dan memudahkan integrase proses bisnis pemerintahan.

b.    Strategi untuk mencapai optimalisasi penggunaan Aplikasi Umum SPBE yang terintegrasi dan berbagi pakai adalah dengan menggunakan teknologi layanan yang mampu melakukan bagi pakai aplikasi umum SPBE seperti teknologi komputasi awan.

3.    Penyediaan data dan informasi yang terintegrasi dan berkualitas

a.    Penyediaan data dan informasi yang terintegrasi dan berkualitas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam pengambilan keputusan, penyusunan kebijakan, dan pen5rusunan program kegiatan.

b.    Penyediaan data dan informasi diarahkan menjaga keamanan data dan informasi yang bersifat strategis dan rahasia dalam rangka mewujudkan kedaulatan informasi pemerintah.

c.     Strategi untuk mencapai penyediaan data dan informasi yang terintegrasi dan berkualitas adalah:

  • menerapkan manajemen data yang terpadu;
  • menerapkan manajemen keamanan informasi yang terpadu; dan
  • menggunakan teknologi analitik data dan kecerdasan buatan.

D.    Sumber Daya Manusia SPBE

1.    Pengembangan kepemimpinan SPBE di Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah

a.    Kepemimpinan yang kuat, kolaboratif, dan inovatif sangat menentukan keberhasilan SPBE di Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah melalui komitmen, keteladanan, dan arahan dari pimpinannya. Kepemimpinan SPBE tersebut juga diharapkan mampu mendorong terciptanya lingkungan kerja dan budaya kerja yang dapat mendukung kemajuan SPBE.

b.    Strategi untuk mencapai pengembangan kepemimpinan SPBE di Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah adalah:

  • meningkatkan pengetahuan dan penerapan praktik terbaik SPBE bagi pimpinan di lnstansi Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
  • membangun budaya kerja berbasis SPBE bagi seluruh pegawai ASN.

2.    Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia SPBE

a.    Peningkatan kapasitas SDM SPBE mencakup upaya untuk menetapkan standar kompetensi teknis SPBE, mengembangkan kompetensi teknis SDM SPBE, mengembangkan pola karir dan remunerasi SDM SPBE agar pembangunan, pengembangan, pengoperasian, dan pemberian layanan SPBE dapat berjalan dengan baik, berkesinambungan, dan memenuhi harapan/kebutuhanpengguna.

b.    Strategi untuk mencapai peningkatan kapasitas SDM SPBE adalah:

  • mengembangkan jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terkait dengan SPBE;
  • membangun kemitraan dengan pihak non pemerintah dalam peningkatan kompetensi teknis ASN, penyediaan tenaga ahli, riset, serta pembangunan dan pengembangan SPBE.